SHALAT GERHANA
Shalat gerhana atau yang dalam bahasa arab disebut dengan dua kata yaitu (kusuf dan khusuf) yaitu shalat karena adanya gerhana. Baik karena gerhana matahari atau gerhana bulan. Secara bahasa kusuf artinya menghilangnya seluruh cahaya (matahari dan bulan) atau sebagian dan menjadi hitam. Dan khusuf merupakan sinonim dari kata kusuf. biasa di gunakan untuk gerhana matahari sedangkan khusuf di gunakan untuk gerhana bulan . Namun hadis nabi tidak membedakan di antara keduannya.
Shalat gerhana adalah shalat yang di kerjakan dengan tata cara yang khusus ketika terjadi gerhana matahari atau bulan baik total maupun sebagiannya.
Hukum shalat gerhana
Jumhur Ulama berpendapat bahwa shalat gerhana matahari adalah sunnah muakkadah. Abu ‘Awwanah bahkan menegaaskan kewajibannya, berdasar riwayat dari Abu Hanifah. Dari Malik beliau menyamakan seperti shalat jumat. Pendapat yang mewajibkan ini dikuatkan oleh asy-Syaukani dan al-Bani.
Sementara untuk gerhana bulan Ulama berbeda pendapat tentang hukumnya.
Pertama, sunnah Muakkad dan di lakukan seperti gerhana matahari. Pendapat ini merupakan madzhab dari asy-Syafi’I, Ahmad, Dawud dan Ibnu Hazm. Pendapat ini juga di kemukakan ‘Atha, al-Hasan, an-Nakha’I, Ishaq. Pendapat ini di dasarkan oleh hadis ini:
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ، وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah. Tidaklah keduanya mengalami gerhana karena kematian seseorang atau karena lahirnya seseorang. Jika keduanya mengalami gerhana, maka berdoalah kepada Allah dan shalatlah hingga gerhana selesai….:” (HR. Bukhari-Muslim)
Kedua, tidak dikerjakan dengan berjamaah. Shalat ini dikerjakan seperti shalat-shalat sunnah lainnya tanpa adanya tambahan ruku’. Pendapat ini adalah dari Abu hanifah dan Malik. Alasanya adalah karena adanya kesulitan (masyaqqah) mengerjakannya pada malam hari pada umumnya, dan tidak ada kesulitan mengerjakan pada siang hari. Kemudian juga tidak pernah di nukil dari Nabi SAW bahwa beliau mengerjakannya secara berjamaah padahal gerhana bulan lebih banyak terjadi di bandingkan gerhana Matahari.
Waktu shalat gerhana
Waktu shalat gerhana di mulai pada saat gerhana mulai terjadi sampai gerhana selesai. Berdasarkan hadis di bawah ini;
فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ
“jika kalian melihat keduanya mengalami gerhana maka berdoalah kepada Allah dan shalatlah hingga gerhana selesai. (HR. Bukhari – Muslim)
Kemudian berakhirnya waktunya apabila matahari sudah tersingkap seluruh nya. Jika matahari tersingkap sebagian saja maka masih diperbolehkan untuk melakukan shalat pada waktu tersebut.
Hal-hal yang dianjurkan bagi orang yang melihat gerhana
• Memperbanyak dzikir, istighfar, takbir, shadaqah dan semua amalan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda:
فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
“jika kalian melihatnya, maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, shalatlah dan bersedekahlah”. (HR. Bukhari – Muslim)
Diriwayatlkan dari Asma’, ia berkata: “Rasulullah SAW memerintahkan untuk membebaskan budak pada saat gerhana matahari”. (HR. Bukhari)
• Bergegas ke masjid untuk melaksanakan shalat gerhana. Berdasarkan hadis :
Dalam hadis Aisyah disebutkan: “kemudian pada suatu pagi Rasulullah Saw mengendarai kendaraanya, lalu terjadilah gerhana matahari, lantas beliau kembali pada waktu dhuha. Rasulullah saw lewat di ruangan masjid lalu mengerjakan shalat…..(HR. Bukhari – Muslim)
Dalam riwayat muslim dari Aisyah: kemudian aku keluar bersama beberapa orang wanita di ruangan masjid, lalu Rasulullah SAW tiba dari perjalanannya lalu menuju tempat shalat di mana beliau biasa mengerjakan di tempat tersebut”. (HR. Muslim)
Dalam Fath al-Bari Al-hafidz mengatakan: “Rasulullah SAW pergi disebabkan karena wafatnya putra beliau yang bernama Ibrahim. Ketika beliau kembali, beliau menuju masjid, dan di belum melaksanakan shalat. Jadi benarlah bahwa yang disunnahkan dalam shalat gerhana adalah dikerjakan di masjid. Seandainya tidak disunnahkan demikian, tentunya shalat ditanah lapang itu lebih baik, karena dapat melihat berakhirnya gerhana.
• Wanita juga disunnahkan melaksanakan shalat gerhana di masjid.
Dari Asma’ berkata; Aku mendatangi Aisyah, Istri Rasulullah SAW ketika terjadi gerhana matahari. Ternyata aku melihat orang-orang mengerjakan shalat dan Aisyah pun ikut mengerjakan shalat juga. (HR. Bukhari – Muslim)
Tata cara Shalat gerhana
Dimulai dengan menyeru “Ash-Shalatu Jami’ah tanpa adanya adzan dan iqamah. Berdasarkan hadis:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ * اِنْكَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ نُوْدِيَ الصَّلاَةُ جَامِعَةٌ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ فِي سَجْدَةٍ ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ فِي سَجْدَةٍ ثُمَّ جَلَسَ حَتَّى جَلَّى عَنِ الشَّمْسِ
Dari Abdullah bin ‘Amr berkata; Terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW kemudian diserukanlah: “Ash-Shalatu Jami’ah maka ruku’lah beliau dengan dua ruku’ dalam satu rakaat kemudian berdirilah beliau lalu ruku’ dengan dua ruku’ dalam rakaat berikutnya kemudian beliau duduk hingga matahari selesai (Nampak) .( HR. Bukhari-Muslim)
Shalat dua rakaat. Pada setiap rakaat dua kali berdiri, dua kali bacaan, dua kali ruku’ dan dua kali sujud. Jadi shalat ini di lakukan dua rakaat, 4 ruku’, 4 sujud dimana setiap rakaat terdiri dari 2 ruku’ dan 2 sujud. Pendapat ini adalah madzhab malik, Syafi’I dan Ahmad. Berdasarkan hadis di bawah ini:
Dari Ibnu Abbas ra. Berkata: terjadi gerhana matahari pada Zaman Rasulullah SAW, lalu beliau shalat dan orang-orang mengikuti beliau. Kemudian beliau berdiri dalam waktu yang sangat panjang sepanjang sekitar bacaan al-baqarah. Kemudian beliau ruku’ dengan ruku’ yang sangat panjang. Kemudian beliau berdiri cukup panjang, namun lebih pendek dari pada yang pertama. Kemudian beliau ruku’ dengan ruku’ yang cukup panjang, namun lebih pendek daripada ruku’ yang pertama.( HR. Bukhari-Muslim)
عَنْ عَائِشَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، قَالَتْ كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَامَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَصَلَّى بِالنَّاسِ فَأَطَالَ الْقِرَاءَةَ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَأَطَالَ الْقِرَاءَةَ وَهْيَ دُونَ قِرَاءَتِهِ الأُولَى ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ دُونَ رُكُوعِهِ الأَوَّلِ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثمَّ قَامَ فَصَنَعَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَامَ فَقَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ، وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ يُرِيهِمَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ
Dari Aisyah ra berkata: terjadi gerhana matahari pada Zaman Rasulullah SAW, lalu beliau shalat dan orang-orang mengikuti beliau. Kemudian beliau berdiri dalam waktu yang sangat panjang sepanjang sekitar bacaan al-baqarah. Kemudian beliau ruku’ dengan ruku’ yang sangat panjang. Kemudian beliau berdiri cukup panjang, namun lebih pendek dari pada yang pertama. Kemudian beliau ruku’ dengan ruku’ yang cukup panjang, namun lebih pendek daripada ruku’ yang pertama kemudian mengangkat kepalanya lalu sujud dengan dua sujud kemudian berdiri kerakaat kedua seperti yag beliau lakukan pada rakaat pertama. Kemudian beliau berdiri (berkhutbah) : sesunggunya Matahari dan Bulan tidaklah keduanya mengalami gerhana karena kematian seseorang ataupun karena kehidupan seseorang akan tetapi keduanya merupakan dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang Allah perlihatkan kepada Hambanya. Maka apabila kalian melihatnya maka bergegaslah untuk shalat.( HR. Bukhari-Muslim)
Dari hadis di atas bahwa pelaksanaan shalat gerhana sebagai berikut:
o Takbiratul Ihram
o Membaca surat al-Fatihah dan surat yang panjang
o Ruku’ yang panjang dari biasanya
o I’tidal dengan mengucapkan sami’allahu liman hamidah
o Membaca surata al-Fatihah lagi dan surat yang panajang tapi lebih pendek dari yang pertama.
o Ruku’ yang panjang tapi lebih pendek dari yang pertama
o I’tidal dengan mengucapkan sami’allahu liman hamidah
o Sujud seperti biasa tapi lama
o Berdiri menuju rakaat kedua dan di lakukan seperti cara yang dilakukan pada rakaat pertama dengan bacaan yang lebih pendek dari yang pertama, kemudian salam
Kemudian khutbah singkat menyampaikan bahwa kejadian gerhana merupakan sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah SWT yang diperlihatkan kepada manusia berdasarkan hadis di bawah ini:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَصَلَّى رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِالنَّاسِ فَقَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ ثُمَّ قَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ وَهْوَ دُونَ الْقِيَامِ الأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ وَهْوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ثمَّ سَجَدَ فَأَطَالَ السُّجُودَ ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ مَا فَعَلَ فِي الأُولَى ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدِ انْجَلَتِ الشَّمْسُ فَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ، وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا ثُمَّ قَالَ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ مَا مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنَ اللهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ ، أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا.
Dari Aisyah ra berkata: Terjadi gerhana matahari pada Zaman Rasulullah SAW, lalu beliau shalat bersama dengan orang-orang. Beliau berdiri dalam waktu yang sangat panjang. Kemudian beliau ruku’ dengan ruku’ yang sangat panjang. Kemudian beliau berdiri cukup panjang, namun lebih pendek dari pada yang pertama. Kemudian beliau ruku’ dengan ruku’ yang cukup panjang, namun lebih pendek daripada ruku’ yang pertama. Kemudian sujud dengan memanjangkan sujudnya kemudian beliau kerjakan pada rakaat kedua seperti yag beliau lakukan pada rakaat pertama. Lalu selesailah beliau dan sungguh matahari pada waktu itu telah terang. Kemudian (berkhutbah) pada manusia, memuji dan menyanjung Allah SWT : Sesungguhnya Matahari dan Bulan tidaklah keduanya mengalami gerhana karena kematian seseorang ataupun karena kehidupan seseorang. Jika kalian melihatlah maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, shalatlah dan bersedekahlah.( HR. Bukhari-Muslim)
Abu Hanifah, Malik dan Ahmad berpendapat, tidak ada khutbah dalam shalat gerhana. Sebagian dari mereka mengatakan sesungguhnya Nabi SAW tidak bermaksud untuk berkhutbah secara khusus. Beliau hanyalah ingin mengemukakan bantahan terhadap kalangan yang meyakini bahwa gerhana terjadi karena kematian seseorang. Namun, pendapat ini terbantahkan dengan apa yang disebutkan dalam hadis-hadis shahih yang menegaskan adanya khutbah dan penuturan tentang syarat-syarat khutbah berupa pujian dan sanjungan kepada Allah SWT, nasehat dan selainya yang terkandung dalam hadis-hadis tersebut.
Wallahu A’lam Bishawaab
Jumat, 29 Juli 2011
SHALAT GERHANA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan pesan/pertanyaan di bawah ini