1. SHOLAT TASBIH.
Shalat tasbih adalah shalat yang di kerjakan empat rakaat dengan membaca surat alfatihan dan surat lain disetiap rakaatnya kemudian disambung dengan membaca Tasbih, Tahmid, Tahlil dan Takbir sebanyak lima belas kali. Kemudian pada saat ruku’setelah membaca doa ruku’ membaca kalimat diatas (tasbih, tahmid, tahlil dan takbir) sebanyak sepuluh kali. Begitu pula setelah ruku’ (setelah i’tidal), pada saat sujud dan pada waktu duduk masing-masing 10 kali.
Tata cara ini berdasarkan hadis dibawah ini:
عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلعَبَّاسِ ابْنِ عَبْدِ الْمُطَلِّبْ: (يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهُ، أَلاَ أُعْطِيْكَ، أَلاَ أَمْنَحُكَ، أَلاَ أَحْبُوْكَ (1)، أَلاَ أَفْعَلُ بِكَ عَشْرَ خِصَالٍ (2)، إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللهُ ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، وَقَدِيْمَهُ وَحَدِيْثَهُ، وَخَطَأَهُ وَعَمْدَهُ، وَصَغِيْرَهُ وَكَبِيْرَهُ، وَسَرَّهُ وَعَلاَنِيَتَهُ. عَشْرُ خِصَالٍ: أَنْ تُصَلِّيَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ تَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَسُوْرَةٍ (3)، فَإِذَا فَرَغْتَ مِنَ الْقِرَاءَةِ فِي أَوَّلِ رَكْعَةٍ فَقُلْ وَأَنْتَ قَائِمٌ: سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلّهِ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ خَمْسَ عَشْرَةٍ، ثُمَّ تَرْكَعُ فَتَقُوْلُ وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشْرًا (4) ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ الرُّكُوْعِ. فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا، ثُمَّ تَهْوِي سَاجِدًا فَتَقُوْلُ وَأَنْتَ سَاجِدً عَشْرًا، ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ السُّجُوْدِ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا، ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُوْلُهُا عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ السُّجُوْدِ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا (5). فَذَلِكَ خَمْسُ وَسَبْعُوْنَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ، تَفْعَلُ ذَلِكَ فِي أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ. وَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِي كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَفِي كُلِّ جُمْعَةٍ مَرَّةً، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي عُمْرِكَ مَرَّةً). رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهٍ وَابْنُ خُزَيْمَةَ فِي صَحِيْحِهِ وَالطَّبْرَانِيُّ
Dari Ikhrimah dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah SAW berkata kepada Abbas bin Abdul Muttholib: Wahai Abbas, wahai paman maukah aku berikan kepadamu, aku khususkan kepadamu serta aku ajarkan kepadamu sesuatu yang dapat menghapus sepuluh macam dosa. Apabila engkau kerjakan niscaya Allah SWT mengampuni dosa-dosamu baik di awal maupun yang akhir, yang telah lalu maupun yang baru, baik yang tidak sengaja maupun sengaja, baik dosa yang besar maupun yang kecil begitu pula baik dosa-dosa yang tersembunyi maupun yang terang-terangan. Yaitu engkau shalat empat rakaat dengan membaca surat Fatihah dan surat lain pada setiap rakaat. Setelah engkau selesai membaca surat tersebut di awal rakaat, maka ucapkanlah Tasbih (subhanallah), Tahmid (Alhamdulillah), Tahlil (Laa ilaha Illallah) dan Takbir (Allahu Akbar) lima belas kali. Kemudian engkau ruku’ lalu membaca tasbih, tahmid, tahlil dan takbir lima sepuluh kali. Kemudian engkau angkat kepalamu lalu membacanya sepuluh kali, kemudian saat sujud engkau baca sepuluh kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari sujud lalu membacanya sepuluh kali. Kemudian engkau sujud (yang kedua) membacanya sepuluh kali, kemudian setelah bangun dari sujud kedua engkau membacanya kembali sepuluh kali. Yang demikian itu lima puluh kali dalam setiap rakaat. Engkau kerjakan demikian dalam empat rakaat. Jika engkau mampu untuk mengerjakannya disetiap hari sekali maka kerjakanlah. Jika tidak mampu maka kerjakan disetiap jumat sekali lalu jika tetap tidak mampu maka kerjakan sekali saja di setiap tahun. Jika tetap tidak mampu maka kerjakan sekali seumur hidup. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah dalam kitab shahihnya serta At-Thabrani)
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum shalat tasbih karena perbedaan pendapat dalam hal kualitas hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW mengajarkan shalat tasbih kepada Abbas bin Abdil Muthalib, pamannya (HR. Abu Dawud dan Ibn Majah serta yang lainnya) di atas. Sebagian Fuqaha’ Ahli fiqih menyatakan hadisnya hasan sedangkan yang lainnya menyatakan dhaif. Ulama-ulama seperti Hanabilah, Hanafiyah dan Malikiyah menyatakan tidak ada hadisnya yang kuat. Imam Nawawi menyatakan perlu diteliti kembali tentang kesunnahan pelaksanaan shalat tasbih karena hadisnya dhaif, dan adanya perubahan tata cara dalam shalat tasbih yang berbeda dengan shalat biasa. Pendapat serupa dikemukakan Ibn Hajar dalam kitab Talkhish al-Habir bahwa: “yang benar adalah seluruh riwayat hadis ini adalah dhaif meskipun hadis Ibn ‘Abbas mendekati syarat hasan, akan tetapi hadis tersebut syadz karena diriwayatkan oleh satu jalur sanad dan tidak ada hadis lain yang menguatkannya apalag shalat tasbih berbeda dengan shalat-shalat yang lain”.
Hadis tersebut dhaif karena di dalam sanadnya terdapat Musa bin Abd Al-Aziz yang menurut Ali bin Al-Madini Dhaif bahkan al Sulaiman menilai hadisnya munkar sehingga tidak layak dijadikan hujjah.
2. Shalat Taubat
Sebagian ulama menolak memasukkan shalat taubah sebagai sunnah Nabi SAW karena pertama, sebagian hadis-hadisnya memang maudhu’ (palsu) dan kedua cara pelaksanaannya pun berbeda dari shalat sunnah pada umumnya. Hadis tersebut menuntunkan supaya mandi dahulu pada malam kedua setelah shalat witir, lalu shalat 12 rakaat dengan membaca surat al-Fatihah dan al Kafirun masing-masing satu kali pada setiap rakaat, lalu surat al-ikhlas sepuluh kali. Kemudian berdiri untuk shalat 4 rakaat hingga salam, lalu sujud dengan membaca ayat kursi lalu duduk dengan beristighfar 100 kali lalu membaca laa haula wa la quwwata illa billah juga 100 kali.
Tetapi untuk shalat taubat 2 rakaat sebagian ulama yang lain mengatakan sunnah karena didasarkan pada riwayat Ali bin Abi Thalib ra. Bahwa Abu Bakar telah meriwayatkan sebuah hadis dengan benar kepadaku bahwa Rasulullah saw bersabda:
مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا فَيَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّي وَيَسْتَغْفِرُ اللَّهَ إِلَّا غَفَرَ اللَّهُ لَهُ
“tak seorang pun yang melakukan dosa lalu berwudhu dan memperbagus wudhunya kemudian shalat dua rakaat dan memohon ampun kepada Allah kecuali Allah mengampuninya”. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)
Hadis diatas sebenarnya tidak menyebutkan 2 rakaat ini sebagai shalat taubat sehingga sebagian ulama menyatakan hanya sebagai salah satu fungsi shalat, namun sebagian lagi memberikan isatilah shalat taubat. Meskipun juga mendapatkan kritikan.
Hadis dua rakaat diatas merupakan hadis yang berkualitas hasan. Dan dapat diambil kesimpulan siapa saja yang memperbagus wudhunya dan melaksanakan shalat dua rakaat lalu bertaubat dan memohon ampun kepada Allah maka pasti Allah SWT mengampuni dosa-dosanya.
3. Shalat Hajat
Shalat hajat merupakan shalat yang dikerjakan karena adanya kebutuhan tertentu berdasarkan hadis dibawah ini:
عن أبي الدرداء أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (مَنْ تَوَضَّأَ فَأَسْبَغَ الْوُضُوْءَ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ يُتِمُّهُمَا أَعْطَاهُ اللهُ مَا سَأَلَ مُعَجَّلاً أَوْ مُؤَخِّرًا روى أحمد
Dari Abu Darda bahwa Nabi SAW bersabda: barang siapa yang berwudhu lalu menyempurnakan wudhunya kemudian shalat dua rakaat yang dia sempurnakan maka Allah memberikan apa saja yang ia minta baik secara langsung maupun tidak langsung (di tunda). (HR Ahmad)
Kemudian dalam hadis yang lain, dikatakan bahwa:
“siapa saja yang memliki hajat maka hendaklah berwudhu dengan baik lalu shalat dua rakaat atau empat rakaat kemudian memuji Allah SWT dan bershalawat atas Nabi SAW lalu menyebutkan tahlil, tasbih dan tahmid lalu berdoa sesuai hajat atau kebutuhannya. Namun hadis ini gharib (asing) dan sangat lemah, bathil dan munkar sehingga sama sekali tidak dapat dijadikan hujjah.
Hadis yang pertama disebutkan oleh Syu’aib al Arnaud sebagai hadis yang dhaif atau lemah. Kemudian hadis yang kedua adalah diriwayatkan oleh imam At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abdullah bin Abi Awfa. Akan tetapi kualitas hadis ini sangat lemah (Dhaif Jiddan), bathil dan munkar . Kemudian tata cara pelaksanaan shalat ini banyak macamnya namun kualitas hadisnya juga sangat lemah bahkan sebagian matruk, munkar dan maudhu’ sehingga tetap dhaif dan tidak dapat saling menguatkan satu dengan yang lainnya . serta tidak dapat dijadikan hujjah.
Oleh karenanya jikalau ada hajat yang mau disampaikan dalam shalat, maka cukuplah seseorang melakukan shalat Istikharah dan menyebutkan hajatnya setelah doa Istikharah yang tuntunanya jelas berdasrkan hadis shahih.
Do’a Istikharah
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنه قَالَ : ( كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُعَلِّمُنَا الاِسْتِخَارَةَ فِي الأُمُورِ كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنَ القُرْآنِ يَقُولُ : إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَليَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ العَظِيمِ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّمُ الغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لي وَيَسِّرْهُ لي ثُمَّ بَارِكْ لي فِيهِ ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لي في دِيْنِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ في عَاجِلِ أمري وَآجِلِهِ ، فَاصْرِفْهُ عَنِّى وَاصْرِفْنِي عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِي الخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي ، وَيُسَمِّى حَاجَتَهُ ) رواه البخاري)
Dari Jabir bin Abdillah berkata: adalah Rasulullah saw mengajarkan kepada kami Istikharah dalam segala urusan sebagaimana beliau mengajarkan kepada kami al Quran. Beliau berkata: apabila salah seorang diantara kalian mempunyai keinginan yang kuat terhadap suatu uruasan maka hendakalah ia shalat dua rakaat yang bukan wajib (shalat sunnah) kemudian berdoa “ Ya Allah sesunguhnya hamba ini meminta pilihan dengan ilmu-Mu dan meminta kekuatan dengan kekuatan-Mu dan Aku memohon kepada-Mu dari karunia yang agung. Karena sesungguhnya adalah dzat yang mampu sedangkan hamba tidak mampu, engkau mengetahui sedangkan hamba tidak mengetahui. Engkau adalah dzat yang maha mengetahui yang ghaib. Ya allah jika engkau mengetahui bahwa urusan ini baik bagi agama, kehidupan dan akheratku maka tetapkanlah padaku dan mudahkanlah untukku kemudian berkahilah di dalamnya. Dan jika engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk bagiku dalam agama, kehidupan dan akheratku maka jauhkanlah ia dari ku dan jauhkanlah aku darinya dan tentukanlah kepadaku yang terbaik apapun adanya kemudian ridhailah aku. Kemudian ia menyebutkan hajatnya”. (HR. Bukhari).
Wallahu A’lam Bisshawab
Referensi
CD Maktabah Syamilah
Syakir Jamaluddin, Shalat sesuai tuntunan Nabi Saw, Yogyakarta.: LPPI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Sayyid Sabiq, Fiqih sunnah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan pesan/pertanyaan di bawah ini