Oleh : Ustadzah: Murdaningsih,S.Si.T Begitu banyak penderita asma di sekitar kita. Hampir setiap hari selalu ada klien periksa ke sarana pelayanan kesehatan karena sesak nafas-sesak nafas dan ternyata asma. Apa sebenarnya yang terjadi? Apa yang dapat kita lakukan? Istilah asma atau “athsma” berasal dari bahasa Yunani, yang berarti terengah-engah atau serangan nafas pendek atau sukar bernafas. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan keadaan-keadaan yang menunjukkan respon abnormal saluran nafas terhadap berbagai rangsangan, yang menyebabkan penyempitan jalan nafas yang meluas. Penyempitan jalan nafas disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa, dan hipersekresi mucus yang kental (Price, 1995). Asma didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana jalan udara dalam paru-paru meradang, hingga lebih sensitive terhadap faktor khusus (pemicu) yang menyebabkan jalan udara menyempit, sehingga aliran udara berkurang, dan mengakibatkan sesak nafas dan bunyi nafas mengikik (Ayres, 2003). Asma adalah penyakit peradangan saluran nafas kronik akibat terjadinya peningkatan kepekaan saluran nafas terhadap berbagai rangsangan (Harjaningrum, 2004). Asma adalah serangan sesak nafas mendadak yang ditandai oleh bunyi mengi (wheezing) dan kesulitan ekspirasi (Weller, 2005). Ciri penyakit ini adalah adanya bunyi mengi, batuk, dan penyempitan udara yang mengakibatkan kekurangan oksigen dalam bernafas, dan membahayakan (Alfian, 2007). Secara umum, asma dapat dibagi dalam 3 kategori, yaitu asma ekstrinsik atau alergik, asma instrinsik atau idiopatik, dan asma campuran. Asma ekstrinsik disebabkan oleh allergen, yang dapat ditemukan pada sebagian kecil orang dewasa. Asma instrinsik sering timbul pada usia setelah 40 tahun, dengan serangan yang timbul sesudah terjadinya infeksi saluran nafas. Sedangkan asma campuran merupakan bentuk asma yang paling sering terjadi, yaitu asma yang terdiri dari komponen-komponen asma ekstrinsik dan instrinsik (Price, 1995). Penyebab asma secara pasti belum diketahui. Penyebab yang paling sering adalah atopi atau alergi. Beberapa penyebab dan pencetus asma antara lain : a. Penjamu, yaitu faktor pada klien, yang berupa aspek genetik, meliputi alergi, saluran nafas mudah terangsang, jenis kelamin, ras/etnik. b. Lingkungan, yaitu tungau debu rumah, bulu binatang, asap, serbuk sari bunga, jamur. c. Makanan tertentu, seperti susu sapi, ikan laut (kerang, udang, cumi-cumi), buah-buahan ( apokat, apel, pisang), telur, kacang, coklat, tiram, tomat, kedelai dan gandum. d. Obat-obatan tertentu. e. Iritan, seperti parfum, bau-bauan merangsang, household spray. f. Ekspresi emosi yang berlebihan, misalnya menangis, tertawa keras, stress dan kecemasan. g. Asap rokok. h. Polusi udara. i. Infeksi saluran nafas. j. Aktivitas fisik tertentu/olahraga (exercise induced asthma). k. Perubahan cuaca, misalnya cuaca dingin. Prevalensi asma di dunia sangat bervariasi. Penelitian epidemiologi menunjukkan adanya peningkatan kejadian asma, terutama di negara-negara maju. Menurut GINA (Global Initiative for Asthma), lebih dari 300 juta orang di dunia menderita asma. Sedangkan WHO (World Health Organization) memperkirakan pasien asma pada tahun 2025 mencapai 400 juta jiwa. Prevalensi pada anak cenderung meningkat, dan beresiko mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak, yang berupa hambatan aktivitas, yaitu 30%. Asma termasuk 5 besar penyebab kematian di dunia (17,4%). Data WHO pada tahun 2005 terdapat 255.000 jiwa meninggal karena asma. Sedangkan GINA memperkirakan kematian karena asma lebih dari 180.000 jiwa per tahun. Sebagian besar (80%) kematian terjadi di negara-negara berkembang. Tingginya angka kematian ini disebabkan oleh kontrol yang buruk. Di Indonesia, asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian. Hasil penelitian International Study on Asthma and allergies in Chilhood pada tahun 2005, menunjukkan di Indonesia prevalensi asma melonjak dari 4,2% menjadi 5,4%, dan kasus kematian diprediksi akan meningkat 20% hingga 10 tahun mendatang. Keadaan ini merupakan bagian dari masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian serius. Pada asma, dapat terjadi suatu kegawatdaruratan. Kegawatdaruratan asma adalah asma yang dapat menimbulkan akibat fatal, dan merupakan ancaman serius yang mematikan, serta harus segera dilakukan perawatan secara intensif di rumah sakit. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada kegagalan organ yang multisistem, terutama kegagalan pernafasan, kegagalan ginjal, kegagalan neurologist, dan kegagalan kardiovaskuler. Pada prioritas penilaian gawat darurat, asma termasuk dalam klasifikasi urgent (gawat darurat III, yaitu memerlukan pertolongan yang cepat karena dapat mengancam kehidupan. Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba, ditandai dengan nafas berbunyi, batuk, dan sesak nafas. Sesak nafas dapat menjadi semakin berat dan menimbulkan rasa cemas, hingga klien mengeluarkan banyak keringat. Pada serangan yang sangat berat, klien menjadi sulit berbicara, kebingungan, kesadaran menurun, dan kulit tampak kebiruan, yang merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen dalam tubuh sangat terbatas, yang berarti klien mengalami kegawatan dan harus segera dilakukan perawatan dan pengobatan. Di lain waktu, suatu serangan asma dapat terjadi perlahan, dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Saat serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan, karena adanya peradangan dan pelepasan lendir, sehingga akan memperkecil diameter saluran udara (bronkokonstriksi). Keadaan ini menyebabkan klien merasa seperti tercekik, dan harus berdiri atau duduk, serta harus berusaha sekuat tenaga untuk dapat bernafas. Sewaktu klien berusaha memaksakan udara keluar, maka akan timbul mengi ekspirasi memanjang, yang merupakan ciri khas asma. Asma dapat mengganggu kinerja dan aktivitas seseorang, sehingga terasa menjengkelkan bagi yang mengalaminya. Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Prognosis tergantung lamanya serangan, dan bahkan dapat menimbulkan kematian. Banyak penelitian menunjukkan pencapaian level kontrol asma sangat rendah. Hal ini berkorelasi positif dengan rendahnya penggunaan obat pengontrol (inhaled corticosteroid) yaitu 2%, serta kurangnya pengetahuan klien dan keluarga dalam menilai derajat kegawatan asma dan pertolongannya. Asma yang tak terkontrol dapat membatasi kualitas hidup secara drastis. Bila asma dikendalikan, maka resiko kegawatan dan kematian dapat dicegah, bahkan 80% asma pada anak bisa hilang pada akil baligh, bila ditangani dengan baik dan benar. Pengetahuan keluarga dan tindakan pertolongan pertama yang harus dilakukan saat klien mengalami serangan asma, dan atau kegawatannya, sangat dibutuhkan. Tindakan pertolongan pertama merupakan pertolongan secara cepat dan bersifat sementara untuk menyelamatkan jiwa, dan mencegah perburukan kondisi klien. Tindakan ini dapat dilakukan oleh petugas kesehatan maupun keluarga, yang berhubungan langsung dengan klien. Pengetahuan keluarga yang memadai tentang asma dapat digunakan sebagai bekal dalam pencegahan dan tindakan dini di rumah, sehingga asma dapat dikendalikan. Pengetahuan klien dan keluarga tentang asma, yang terutama diperlukan adalah pengetahuan mengenai cara mengenali asma, mengenali kekambuhan dan kegawatan asma, serta tindakan pertolongan pertama yang harus segera dilakukan, saat terjadi serangan asma. Bila klien dan keluarga dapat mengenali tanda-tanda serangan asma, sebagai “periode peringatan”, maka diharapkan klien dapat merebut “celah peluang” dan menyesuaikan pengobatan dari awal, dengan penanganan yang tepat dan cepat. Penanganan yang memungkinkan dapat dilakukan oleh keluarga adalah pada tingkat kegawatan asma bronkiale. Mansjoer, (2000) mengemukakan penatalaksanaan asma, yang utama adalah pemberian edukasi kepada klien dan keluarga mengenai patogenesis asma, peranan terapi asma, jenis terapi asma, serta faktor pencetus yang perlu dihindari. Secara umum, obat yang digunakan ada 2 jenis, yaitu obat pengendali (controller) dan obat pereda (reliever). Obat pengendali merupakan profilaksis serangan yang diberikan tiap hari, ada atau tidak ada serangan/gejala. Obat pereda merupakan obat yang diberikan saat serangan. Salah satu pengobatan yang efektif adalah inhaler. Panduan penanganan asma secara umum dari GINA 2002, yang dibuat oleh National Heart, Lung and Blood Institute & World Health Organization (NHBLI/WHO) yaitu dianjurkan untuk mempelajari, memahami dan mengerjakan “Tujuh Jurus Ampuh Untuk Mengatasi Asma”, antara lain : 1. Penyuluhan (edukasi) mengenai penyakit asma pada klien dan keluarganya. 2. Mengetahui obat-obatan asma. 3. Mengobati dan mengelola penyakit asma. 4. Mempelajari dan memahami faktor-faktor pencetus serangan asma (allergen) dan mengetahui cara mengendalikannya. 5. Membuat rencana emergency (Action Plan). 6. Rehabilitasi dan peningkatan kebugaran jasmani dengan olahraga atau latihan jasmani terpimpin. 7. Memonitor dan mengikuti perkembangan (follow up) penyakit asma yang dialami klien secara teratur. Tujuannya adalah untuk menghilangkan sesak nafas, klien dapat melakukan latihan jasmani, klien mempunyai fungsi paru mendekati normal, meminimalkan serangan asma, pemakaian obat-obatan untuk serangan sesak nafas berkurang, dan tidak ditemukannya efek samping obat. Kajian INSPIRE (Riset Wawasan Penderita Asma Internasional), menunjukkan bahwa klien mengenali tanda-tanda paling umum munculnya kejadian buruk yang dialami, seperti “nafas pendek/sesak nafas” sebagai “periode peringatan”, tetapi gagal mencegah serangannya. Ini berarti penanganan asma masih belum baik. Keadaan asma terkontrol belum tercapai. Kebanyakan masyarakat belum menguasai penanganan asma secara standar. Konsep penanganan asma masih berorientasi pada pengobatan serangan akut, bukan pada pencegahan dan kontrol asma. Penanganan jangka panjang belum banyak diterapkan. Klien dan keluarga baru mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan jika muncul gejala, seperti sesak nafas. Bahkan terdapat anggapan di masyarakat, bahwa kalau tidak ada gejala maka tak asma lagi. Padahal, walaupun gejala hilang, klien dapat mengalami gejala yang sama/kambuh . Penyakit ini dapat dikontrol, jika klien rajin berobat dan berkonsultasi dengan para professional perawatan kesehatan. (Dikutip dari berbagai sumber). Nah, demikian sekilas info, mudah-mudahan bermanfaat, untuk saudara-saudara kita, minimal mengurangi penderitaannya. Referensi : Azwar, S. (2005). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Belajar. Ayres, Jon. (2003). Asma. Cetakan 1. Jakarta : Dian Rakyat. Guyton, Arthur C. (1996). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit ( Human Physiology and Machanism of Disease). Edisi 3 (Edisi revisi). Jakarta : EGC. Juffrie, Muhammad. (2003). Alergi Makanan. Edisi 2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapeus FKUI. Mansjoer, Arif. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapeus FKUI. Murwani, Anita. (2007). Asuhan Keperawatan Keluarga : Konsep dan Aplikasi Kasus. Cetakan 1. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press. Notoatmodjo, Soekidjo. (1997). Prinsip-prinsip Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta. Oswari, E. (2003). Penyakit dan Penanggulangannya : Petunjuk Praktis Bagi Kaum Awam dan Paramedis. Cetakan 5. Jakarta : Gaya Baru FKUI. Price, Silvia Anderson. (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Cetakan 1. Edisi 4. Jakarta : EGC. Rab, Tabrani. (1998). Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Edisi 1. Bandung : Alumni. Republika. (2007). Asma Penyebab Kematian Terbesar Kelima. (n.d.). Diakses tanggal 6 Maret 2008 dari http://www.gne-biz.com. Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga : Aplikasi Dalam Praktek.Cetakan 1. Jakarta : EGC. Triharjaningrum, Agnes. (2004). Tujuh Jurus Ampuh Mengatasi Asma. (n.d.). Diakses tanggal 6 Maret 2008 dari http://www.pikiran-rakyat.com. Weller, Barbara F. (2005). Kamus Saku Keperawatan. Cetakan 1. Edisi 22. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan pesan/pertanyaan di bawah ini