AMALAN PADA 10 HARI PERTAMA BULAN DZULHIJJAH
Bulan dzulhijjah merupakan salah satu di antara bulan-bulan lain yang mempunyai keistimewaan tersendiri. Keistimewaan tersebut dapat dilihat dari keutamaan-keutamaan amalan yang ada pada bulan tersebut yang di syariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Di antara amalan-amalan yang dianjurkan untuk dikerjakan pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah antara lain:
1. Melaksanakan ibadah haji dan umrah. Berdasarkan hadits di bawah ini:
«الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا ، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“Antara satu umrah sampai umrah berikutnya adalah penghapus (dosa-dosa yang dikerjakan) di antara keduannya, dan haji Mabrur tidak ada balasan baginya kecali syurga”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut hadits di atas bahwa amalan haji dan umrah pada bulan dzulhijjah merupakan amalan yang paling utama. Pada zaman sahabat mereka mengerjakan umrah pada 10 hari awal dzulhijjah seperti yang di ungkapkan oleh Shadaqah bin Yasaar: Saya mendengar Ibnu Umar radliyallahu anhu berkata: “saya melihat Jabir bin Zaid dan Abul ‘Aliyah mengerjakan umrah pada 10 hari di awal bulan Dzulhijjah.”
2. Berpuasa pada hari arafah yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Berdasarkan hadis di bawah ini:
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ
“Berpuasa pada hari Arafah karena mengharap pahala dari Allah melebur dosa-dosa setahun yang telah lalu dan akan datang”.
Keutamaan yang lain berpuasa adalah sebagaimana terdapat pada hadits umum yaitu:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِي وَالصَّوْمُ جُنَّةٌ وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ حِينَ يُفْطِرُ وَفَرْحَةٌ حِينَ يَلْقَى رَبَّهُ وَلَخَلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah ‘azza wa jalla berfirman: “Puasa itu adalah untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya. Dia meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku. Puasa itu adalah perisai, bagi orang yang berpuasa mendapatkan dua kebahagiaan. Yaitu kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu Rabnya. Dan sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari pada bau minyak wangi (misk)” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis yang lain
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ - رضى الله عنه - قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُومُ يَوْمًا فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ بَاعَدَ اللَّهُ بِذَلِكَ الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا ».
Dari Sa’id al-Khudriyyi berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari dijalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya pada hari itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebagian orang juga berpendapat disunnahkan pula berpuasa pada bulan Dzulhijjah selama sembilan hari yaitu pada tanggal 1 sampai 9 Dzulhijjah. Berdasarkan Hadits dari Hunaidah bin Khalid dari Istrinya, bahwa salah seorang istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
كَانَ رَسُول الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوم تِسْع ذِي الْحِجَّة , وَيَوْم عَاشُورَاء , وَثَلاثَة أَيَّام مِنْ كُلّ شَهْر: الاثْنَيْنِ مِنْ الشَّهْر وَالْخَمِيس
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa sembilan awal Dzulhijjah, hari ‘Asyuraa’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari hari, puasa senin kamis.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Baihaqi)
Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengamalkan amalan ini. Di antaranya adalah Ibnu Umar seperti yang di sebutkan oleh Ibnu Rajab Radliyallahu anhu. Begitu juga tabi’in dan seterusnya mengamalkan amalan ini.
Kemudian selain dari dua amalan puasa di atas, terdapat sekelompok orang yang berpendapat bahwa terdapat puasa pada tanggal 8 Dzulhijjah atau mereka sebut dengan puasa tarwiyah. Berdasarkan hadits yang mereka sebutkan dibawah ini:
“Orang yang berpuasa pada hari tarwiyah maka baginya pahala puasa satu tahun.”
Hadits di atas banyak dikritik tentang kedhaifannya. Antara lain yang diungkapkan oleh Ibnul Jauziy yang mengatakan hadits ini adalah palsu (al-Maudu’at) begitu pula asyaukani juga berpendapat demikian (al-Fawaidul Majmu’ah)
3. Takbir dan dzikir pada hari-hari tersebut
Berdasarkan firman Allah subhanahu wa taa’alaa:
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
“.....dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan.....” (QS. al-Hajj: )
Ibnu Katsir dan penafsir-penafsir lainnya menyebutkan bahwa maksud dari hari-hari yang ditentukan tersebut adalah sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Oleh karenanya para ulama menganjurkan agar memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut terutama tahlil, takbir dan tahmid. Seperti yang disebutkan oleh Bukhari bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah radliyallahu ‘anhuma keluar kepasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orang mengikutinya.
Diperbolehkan juga pada hari-hari tersebut berdzikir dengan sesuatu yang mudah yang sering diucapkan atau dilakukan. Sepertihalnya istighfar, hamdalah, tahmid, tasbih ataupun do’a-doa lain yang disyariatkan.
Dalam permasalahan takbir ini ulama membagi menjadi dua. Yaitu takbir mutlaq dan takbir muqayyad. Takbir mutlaq adalah takbir yang dilakukan pada setiap waktu (pagi, siang, sore atau malam) sedangkan takbir muqayyad dilakukan setiap selesai shalat lima waktu pada hari raya idhul adha saja. Takbir mutlaq dimulai semenjak masuk bulan Dzulhijjah sampai akhir hari tasyrik yaitu pada tanggal 13 Dzulhijjah. Sedangkan takbir muqayyad menurut syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin adalah takbir yang dimulai dari sejak Zhuhur hingga shalat ashar hari tasyrik. Dalam al-Majmu’ syarah al-Muhadzdzab takbir muqayyad dimulai sejak setelah shalat subuh tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah shalat ashar tanggal 13 Dzulhijjah.
4. Bertaubat serta meninggalkan segala maksiat yang pernah dilakukan agar mendapatkan rahmad dan ampunan dari Allah subhanahu wa ta’ala. Taubat adalah kembali kepada Allah ta’ala dan meninggalkan segala sesuatu yang dibenci-Nya baik yang nampak maupun yang tersembunyi dengan menyesal atas perbuatan buruk yang telah dikerjakan, meninggalkan seketika juga, bertekad untuk tidak mengulanginya dan beristiqamah di atas ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala serta mengganti perbuatan buruk yang pernah dilakukan dengan perbuatan-perbuatan yang dicintai Allah Subhanahu wa ta’ala.
5. Memperbanyak amalan-amalan sunnah seperti shalat, shadaqah, jihad, membaca alqur’an, berdakwah dan lain sebagainya. Amalan-amalan tersebut akan dilipat gandakan pada waktu itu. Bahkan amalan-amalan yang tidak utama akan menjadi lebih utama dan dicintai oleh Allah dari pada yang dikerjakan pada hari selainnya.
6. Berkurban pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyik. Qurban adalah merupakan sunnah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang akan terus dilestarikan oleh umat-umat setelahnya. Dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa:
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- ضَحَّى بِكَبْشَيْنِ أَقْرَنَيْنِ أَمْلَحَيْنِ يَذْبَحُ وَيُكَبِّرُ وَيُسَمِّى وَيَضَعُ رِجْلَهُ عَلَى صَفْحَتِهِمَا.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
7. Melaksanakan shalat idul Adha dan mendengarkan khutbahnya.
8. Hendaknya setiap muslim dan muslimah mengisi hari-hari tersebut dengan melakukan ketaatan, dzikir dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’aala, melaksanakan kewajiban dan menjauhi segala larangan, memanfaatkan kesempatan dan berusaha mendapatkan pahala yang sebanyak-banyaknya. Ulama-ulama terdahulu mereka mengisi kesempatan ini dengan mengajar beri’tikaf dan lain sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan pesan/pertanyaan di bawah ini