Selasa, 07 Desember 2010

PERDUKUNAN DIGITAL; MENGEMAS KEMUSYRIKAN DENGAN KECANGGIHAN TEKNOLOGI

Muqaddimah
Perdukunan bukanlah sesuatu yang hanya diminati oleh orang awam yang dikesankan primitif dan kurang ilmu pengetahuannya. Namun ironisnya, manusia modern yang dikenal memiliki ilmu, wawasan, logika yang tercerahkan dan bahkan mengaku religius-pun sangat menggandrungi hal-hal semacam ini, bahkan sangat laris. Gelar mereka sebagai dukun yang terkesan menyeramkan dan berbau magis kini telah tergantikan dengan istilah yang lebih modern sehingga dapat diterima berbagai pihak, seperti gelar para normal, orang pintar, ahli spiritual, penasehat spiritual dan lain sebagainya. Begitu pula dengan penampilan mereka, dahulu dikenal angker dan menakutkan, namun kini mereka berbusana layaknya para eksekutif dan pegawai kantoran, berdasi, berjas dan bahkan menggunakan mobil elit nan canggih.
Aksi merekapun kini telah mengalami modernisasi, dahulu aksi mereka dilakukan di tempat-tempat terpencil dan terkesan ditutup-tutupi, kini mereka beraksi di hotel, gedung-gedung mewah dan tempat-tempat umum, bahkan memasang iklan baik di media cetak maupun elektronik (perdukunan digital). Bahkan oleh sebagian orang, praktik perdukunan modern semacam ini, sangat diminati sebagai profesi yang menggiurkan untuk mendulang materi.
Gejala lari ke dunia perdukunan, paranormal, ahli spiritual, atau “orang pintar” kini semakin mengakar kuat di tengah masyarakat moderen. Jasa mereka diyakini sangat ampuh untuk merealisasikan harapan dan cita-citanya, baik dalam urusan rezeki, perjodohan, keselamatan, jabatan dan lain sebagainya. Banyak para pejabat maupun penjahat, pengusaha, kalangan profesional, intelektual dan rakyat biasa telah menjadi konsumen atau pelanggan setia jasa perdukunan. Kondisi ini merupakan lahan subur bagi dunia perdukunan dan paranormal untuk mendulang pundi-pundi rezeki.
Terlebih lagi, setelah diback-up oleh insan pertelevisian, media elektronik bahkan dunia maya (internet), membuat aksi mereka semakin popular saja dan semakin diminati oleh berbagai lapisan masyarakat. Bahkan berbagai sinetron yang menampilkan dunia mistik baik secara vulgar maupun dengan kemasan religiusitas maupun singkritisme agama dengan berbagai kesyirikan, semakin mengiklankan dan “menyadarkan” masyarakat bahwa aktifitas ritual para dukun tersebut benar-benar ampuh dan mujarab.
Di sinilah dibutuhkan peran agama dan para tokohnya untuk meminimalisir dan mensterilkan aqidah umat dari berbagai penyimpangan dan kesyirikan yang dapat membatalkan ke-tauhidan mereka. Mereka harus disadarkan bahwa kenyataan yang mereka dapatkan dari para dukun itu hanyalah kebetulan saja atau hasil bisikan dari syetan (jin), dan apa yang mereka lakukan merupakan sebuah kesyirikan yang amat besar.
Faktor-Faktor Maraknya Dunia Perdukunan
John Naisbith pernah mensinyalir, bahwa salah satu penyakit kronis yang menjangkiti manusia mellinium (baca: moderen) adalah penyakit GHAIBISME. Salah satu dimensi dari penyakit ini adalah; manusia percaya kepada Tuhan, namun mereka tidak mau terikat dengan aturan-aturan agama, sehingga mereka menempuh hidup menurut selera mereka dan mencari perlindungan dengan cara-cara yang menyimpang dari aturan agama seperti perdukunan dan lainnya.
Apa yang dikemukakan oleh John Naisbith tersebut sangat relevan jika dikorelasikan dengan fenomena kehidupan sebagian masyarakat modern saat ini. Meskipun mereka hidup di tengah kemajuan teknologi dan rasionalitas dunia modern, banyak juga orang yang masih cenderung kepada “keajaiban-keajaiban” mistik sehingga terjebak dalam perdukunan dan sihir. Ini jelas bertentangan dengan aqidah dan syariah.
Terjebaknya sebagian orang dalam perdukunan, umumnya karena tidak sabar dan ingin mengambil jalan pintas dalam mewujudkan sebuah obsesi serta kepandaian para dukun membungkus praktek-praktek mereka dengan label-label keagamaan berupa ayat-ayat Al-Qur’an, rajah bertulisan Arab dan lain sebagainya. Maraknya siaran-siaran perdukunan juga didukung oleh infotainomics yang memiliki dana besar untuk iklan dan promosi.
Namun secara lebih spesifik, maraknya perdukunan sesungguhnya disebabkan oleh beberapa faktor pokok, antara lain karena faktor; lemah iman, kebodohan, tidak sabar dalam melakukan ikhtiyar sehingga mencari jalan pintas untuk mewujudkan impian, korban iklan, serta penipuan para dukun dengan berbagai trik dan tipu muslihatnya.
Lemah iman, kurangnya pemahaman agama (kebodohan), serta ketidak sabaran untuk mewujudkan harapan adalah faktor utama bagi seseorang untuk mencari alternatif lain untuk menyelesaikan permasalahan hidup. Padahal meminta pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat (ikhtiyar dan memohon pertolongan Allah) merupakan solusi Islami dan tepat untuk menyelesaikan berbagai persoalan hidup. Sebagaimana firman Allah swt:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ (البقرة: 153)
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 153)
Membungkus dunia perdukunan dengan agama, merupakan cara yang sangat ampuh untuk menghipnotis dan memperdaya mangsa yang labil dan kurang ilmu agamanya. Terlebih lagi mereka berlindung di balik kata “doa” dan nama Allah, untuk mengelabui orang dan meyakinkan bahwa kemampuan yang dimilikinya itu adalah pemberian dari Allah dan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Untuk membantah syubhat (kerancuan) ini, perhatikanlah firman Allah: “Iblis menjawab, ‘Demi kekuasaan (izzah) Engkau,aku akan menyesatkan mereka semua-nya’.” (Shad: 82).
Iblis makhluk yang telah nyata kekafirannya kepada Allah (Al-Baqarah: 24) menggunakan sifat Allah (Al-Izzah) dalam bersumpah. Maka bukan suatu hal aneh jika mereka menggunakan nama Allah, membaca (potongan) ayat-ayat Al-Qur’an sebagai mantera. Penggunaan simbol-simbol agama bukan ukuran kebenaran. Bukankah iblis yang menggunakan sifat Allah ketika bersumpah tidak menjadi pembenaran bahwa ia sesungguhnya tidak sesat dan menyesatkan. Selain itu, mereka mengatakan bahwa ilmu yang diberikan berdasar pada agama (Al-Qur’an). Tapi pada saat yang sama, mereka juga memberikan syarat, azimat dan amalan-amalan yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an atau tidak diajarkan oleh Al-Qur’an.
Hukum Mendatangi dan Mempercayai Dukun/Para Normal
Meramal adalah salah satu aktifitas yang banyak dilakukan oleh dukun atau para normal. Ramalan adalah memohon untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang masih ghaib yang akan terjadi di masa depan. Seorang peramal dianggap telah mengkalim memiliki ilmu tentang keghaiban, padahal yang ghaib itu hanya diketahui oleh Allah swt sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Jin ayat: 26-27.
Jika suatu saat ramalan seorang dukun peramal menjadi kenyataan, maka itu hanyalah kebetulan belaka, persis seperti orang buta yang melempar dikerumunan orang banyak, maka diantara lemparannya itu dapat mengenai orang yang ada dalam kerumunan tersebut. Maka lemparan yang mengenai kerumunan orang tersebut murni sebagai sebuah kebetulan belaka, bukan karena orang buta tersebut bisa melihat.
Dengan demikian, ramalan dukun tentang masa depan yang masih ghaib itu adalah klaim ilmu yang bohong belaka. Mereka dengan menyebar khurafat, sihir dan perdukunan – sebenarnya hendak mengesploitasi kebodohan dan kesahajaan masyarakat awam untuk merampas harta mereka secara bathil. Atas dasar itulah Islam mengharamkan peramalan serta semua prilaku yang terkait dengannya, bahkan oleh Islam dikategorikan sebagai perbuatan syirik.
Dengan demikian, orang yang memanfaatkan jasa dukun atau peramal (paranormal) dan percaya pada ramalannya, maka orang tersebut telah melakukan dosa besar berupa kesyirikan bahkan dihukumi telah melakukan suatu bentuk kekufuran.
Para dukun atau paranormal sesungguhnya tidak memiliki “kelebihan” melainkan dengan cara berbakti, tunduk, taat dan menyembah jin. Kumkum (berendam), mandi dengan menggunakan cara tertentu (seperti: mandi dengan menggunakan air dari tujuh sumber dan bunga tujuh rupa, dan lain-lain), tapa (meditasi) di gua-gua, puasa dengan cara-cara tertentu, menyembelih hewan dengan kriteria tertentu adalah sebagian bentuk dari penyembahan jin. Pengisian ilmu kesaktian, susuk, azimat, wafak, pengasihan, pesugihan dan lainnya dalam praktiknya banyak menggunakan jasa jin dan setan. Setiap praktik dukun atau paranormal dengan menggunakan syarat, mahar, perantara dan mantera merupakan bentuk kesyirikan yang sangat besar. Sebab dengan cara-cara itulah jin masuk dengan cara yang disadari atau tidak disadari.
Pergi ke dukun atau paranormal adalah menyelesaikan masalah dengan menambah masalah, yang merupakan awal dari berbagai bencana. Jin dan setan akan terus menanamkan rasa takut, gelisah dan ketergantungan bagi para konsumen dan pengguna jasanya, yang menyebabkan ia tak akan lepas dari pengaruhnya. Syarat-syarat yang beraneka ragam - dari yang tidak rutin atau rutin dikerjakan pada waktu atau tempat tertentu- itulah bukti nyata kekuasaan jin atas konsumennya.
Dalam surat al-Jin ayat: 6, Allah swt berfirman:
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا (6)
“Dan bahwasanya ada beberapa orang di antara manusia meminta perlindungan kepada jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka rahaqo.” (Al-Jin: 6).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa arti “rahaqo” dalam ayat ini menurut Qatadah ialah dosa dan menambah keberanian bagi jin pada manusia. Kata “rahaqo” juga berarti ketakutan (Abul Aliyah, Ar-Rabi’, dan Zaid bin Aslam). Ketika jin tahu manusia minta perlindungan karena takut pada mereka, maka jin menambahkan rasa takut dan gelisah agar manusia semakin tambah takut dan selalu minta perlindungan kepada mereka. (Ibnu Katsir, Tafsirul Qur’anil Azhim, 4/453).
Kandungan arti surat Al-Falaq dan An-Nas adalah bukti bahwa jin dan setan dapat berbuat jahat terhadap manusia. Kedua surat itu juga mengajarkan kita untuk berlindung dan minta pertolongan dari hal-hal tersebut hanya kepada Allah semata. Tindakan prefentif dengan berdzikir, berdoa sesuai tuntutan agama perlu dilakukan sebelum terjadi. Dengan kata lain, kembali ke agama adalah jalan pertama dan terakhir agar terhindar dari dunia perdukunan yang penuh kesesatan dan kebohongan.
Cara dan Media Perdukunan
Islam melarang umatnya untuk menggunakan jampi-jampi jahiliyah, jimat, penangkal, dan manic-manik, serta melarang meminta bantuan tukang sihir, dukun atau yang biasa disebut para normal, “orang pintar” dengan berbagai macam media yang digunakan untuk meramal.
Banyak hal yang dapat digolongkan sebagai ramalan yang termasuk kategori perdukunan. Berikut ini dikemukakan beberapa cara dan media perdukunan yang banyak digunakan oleh dukun atau para normal:
1. Ramalan nasib/Horoskop/Perbintangan/Sio Hewan/Astrologi/Peng-Sui
2. Memakai kalung/Gelang/Jimat penolak bala’
3. Nyuguh/Persembahan, karena warisan nenek moyang
4. Meramal nasib dengan media kartu, Dadu, Anak panah
5. Meramal dengan media suara binatang tertentu
6. Meramal/menentukan baik-buruk berdasarkan hari atau tanggal tertentu
7. Mantera dan guna-guna
8. Isu senjata sakti
9. Meramal dengan media teknologi, seperti: Ketik reg ramal/jodoh/dan
lain-lain kemudian dikirim ke nomor tertentu
10. Meramal nasib, jodoh, rezeki dan lain-lain dengan melihat telapak tangan
11. Meramal nasib, jodoh, rezeki dan lain-lain dengan nama, tanggal lahir atau
pasaran
12. Meramal nasib, jodoh, rezeki dan lain-lain dengan membaca huruf-huruf abjad
13. Meramal nasib, jodoh, rezeki dan lain-lain dengan melihat arah atau atap
rumah
14. Dan lain-lain.
Bahaya Perdukunan (Kesyirikan)
1. Pelaku dan orang yang meminta jasa perdukunan telah melakukan dosa besar berupa kesyirikan
2. Termasuk salah satu dari tujuh hal yang membinasakan
3. Salah satu bentuk kedurhakaan, karena telah melakukan larangan Allah dan Rasul-Nya
4. Pelakunya termasuk pengikut syaithan
5. Tidak diterima shalatnya selama 40 hari
6. Berbahaya bagi diri dan keluarga pelaku, karena jin jahat akan selalu meminta tebusan (pamrih) kepada pelaku maupun anak keturunannya
7. Dan lain-lain.

Dalil-Dalil Hukum
1. Berdasarkan Ayat-ayat al-Qur’an:
1. وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ (البقرة: 165)
2. وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا (الجن: 6)
3. عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا (*) إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا (الجن: 26-27)

4. Berdasarkan hadis Nabi SAW:
1. حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مَالِكٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِيِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ (رواه البخاري)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan pesan/pertanyaan di bawah ini